Wednesday, April 13, 2011

Ketika Guru harus mengejar Sang Murid: Why these boys don’t want to go to school?

Bajunya penuh dengan keringat, napasnya cepat, kerudungnya berbalik dan miring tertiup angin. Dilihat secara keseluruhan, penampilannya benar – benar kacau balau. Seorang wanita menghampiri dan menunjuk kerudungnya yang berantakan. Dia tidak sadar jika kerudunganya hampir lepas. Yang dia pedulikan adalah sang murid yang telah dia kejar ke rumahnya, tempat nongkrongnya, dan juga rumah teman – temannya dan belum juga dia temukan. Sekarang dia hanya pasrah dan menunggu di gerbang sekolah dan berharap sang murid datang untuk melengkapi nilai-nilainya sebelum pembagian rapot tiba.


Fenomena di sekolah, ketika para wali kelas mengejar murid-muridnya untuk melengkapi nilai-nilai terjadi. Sahabatku bercerita bagaimana muridnya sering tidak masuk dan melalaikan tugas-tugasnya. Nilai mereka yang kurang mengancam mereka menerima rapot kosong. Well, Ok jika mereka -murid murid ini- tidak peduli jika rapot mereka berisi atau tidak, tapi masalah akan kembali pada guru ketika hari pembagian rapot tiba. Para guru akan mendapat berbagai pertanyaan bahkan tuduhan kurangnya sosialisasi mengenai nilai anak – anak mereka. Kurang sosialisasi?? let’s check!!!
1. Daftar anak – anak yang bermasalah telah dipampang di mading sekolah.
kegiatan satu tidak berhasil.
2. Setiap guru mata pelajaran mengumumkan nama siswa yang bermasalah ketika upacara.
sepertinya masih kurang sukses cara ini.
3. Mengirimkan SMS kepada orang tua masing masing.
4. Usaha terakhir adalah menjemput siswanya di rumah.
dan ternyata usaha terakhir ini masih kurang, sehingga beberapa guru harus mengejar mereka…..
what a fight!!

Mungkin masih banyak lagi cara yang dilakukan para guru ini untuk membuat siswa mereka setidaknya memiliki nilai di rapotnya. Sahabatku harus memohon guru mata pelajaran lain untuk tidak pulang, karena dia masih mengusahakan beberapa siswanya untuk menjemput temannya yang bermasalah. Menelepon orang tua dan memohon agar mereka mau mengantar anaknya ke sekolah untuk melunasi utang nilainya. Dan bahkan orang tua pun kesulitan untuk membawa anak mereka ke sekolah.

Why these boys don’t want to go to school?
Penyebab utama mengapa siswa siswa ini memiliki begitu banyak utang nilai pada gurunya, karena hampir semua siswa ini -yang kebanyakan laki laki- tidak pernah masuk sekolah.
Kenapa mereka banyak membolos?? Apakah sekolah sudah tidak lagi menyenangkan?? Atau malah membosankan??

Apakah karena beban hidup mereka terlalu berat sehingga sekolah hanya menjadi sebuah beban tambahan??

Apa yang terjadi pada anak – anak ini?? Kenapa mereka ingin lari dari sekolah dan bahkan menyerah terhadap pendidikan mereka??


Tahukah mereka, bahwa suatu hari mereka akan merasa menyesal karena tidak meneruskan pendidikannya?
Tahukah mereka, bahwa suatu hari mereka akan merindukan guru-guru yang meneriakan segala materi pelajaran di kelas?
Tahukah mereka, jika mereka menyerah sekarang, kehidupan mereka akan lebih sulit lagi?
Hidup memang tidak mudah, tetapi mengapa anak – anak ini begitu mudah menyerah??



What should we do to help them??
Mereka seharusnya diberitahu, kalau sekolah merupakan masa yang paling menyenangkan. Masa muda yang tidak terlupakan. tempat di mana mereka dapat dengan sebebas bebasnya mengekspresikan diri, berteman, dan belajar.
Mereka seharusnya diberitahu, belajar bukan sesuatu yang menakutkan. Jika mereka tahu caranya, belajar bisa menjadi sangat menyenangkan.
Mereka seharusnya diberitahu, berteman dan bermain di sekolah merupakan masa paling indah -seperti lagu obbie mesakh ^^-
Mereka seharusnya diberitahu, bahwa potensi dalam diri mereka dapat berkembang sebebas bebasnya dengan bersekolah.
Mereka seharusnya diberitahu, sekolah dapat menjadi tempat yang aman dan nyaman dan juga menjadi tempat pelarian dari masalah mereka. Mereka tidak perlu tempat lain, mereka hanya perlu lari ke sekolah dan bertemu dengan teman dan guru yang dapat membantu mereka.
Dari mana mereka tahu kalau sekolah merupakan tempat yang paling menyenangkan dan nyaman?? Tidak ada yang memberitahu mereka. TV hanya meributkan masalah politik dan perceraian. Berita sekolah ramai dibicarakan ketika terjadi kekerasan. Sinetron hanya menawarkan kisah kisah mengerikan mengenai cinta tak bertuan. Dan ketika kisah sekolah kembali dilirik untuk dijadikan tema cerita, isinya hanya perebutan sang pujangga yang membuat para tokoh berperilaku tidak bermoral.
Musik yang bergaung di segala penjuru pun tidak sedikitpun memberikan motivasi.
Tidak ada berita, bahwa seorang pelajar berhasil menyelesaikan seratus soal matematika hanya dalam waktu satu jam.
Tidak ada cerita, bagaimana belajar sekuat tenaga akan membawa kebahagiaan, dan bahkan mungkin cinta.
Tidak ada lirik yang bercerita bahwa kehidupan akan lebih mudah dengan belajar sebanyak banyaknya.
Siapa yang bertanggung jawab untuk memberitahu mereka? Orang tua, guru, penulis, pembawa berita, pemusik, pemain sinetron?????
atau kita?

^dedicated to all my best friends and friends who running here and there for the sake of their students^
El_Kumi..... Gambatte!

~The dream begins with a teacher who believes in you, who tugs and pushes and leads you to the next plateau, sometimes poking you with a sharp stick called “truth.”  Dan Rather~

No comments: