Tuesday, April 19, 2011

Morning Mist in the Twilight


Mengapa aku merasa sendiri. Begitu banyaknya orang di sekitarku. Tapi tidak kurasakan satupun kehadirannya. Aku mendengar suara tawa dari setiap sudut ruang diiringi musik yang mengalun pelan. Tidak sedikitpun memberiku ketenangan. Mereka menyebut namaku, mengagungkanku, tapi tidak seorangpun mendengarkan jeritanku. Semakin mereka mendekatiku, semakin sesak napasku. Mengapa mereka tidak membiarkan aku sendiri. Semua yang mereka ungkapan hanya basa basi. Tidak satupun dari mereka mengenalku. Mengenal siapa sebenarnya aku. 

Dan di sanalah dia berdiri. Berjalan mendekatiku dan memberikan saputangannya padaku. Aku meraihnya dan mengusapnya pada hidungku. Darah segar menyerap ke dalam kain. Siapa dia, aku tidak pernah mengenalnya. Dia berbeda dari orang-orang yang selama ini berada di sekitarku. Dia membawaku keluar dari keramaian. Memberiku kesempatan bernapas. Membiarkan paru-paruku menyerap semua elemen kesejukan malam.

Dia membuatku menghargai malam. Kegelapan yang menyelebungi dunia memberikan pemandangan menakjubkan. Bintang bersinar nakal di sekitar bulan purnama. Angin bergerak penuh misteri menggoda setiap pohon yang dilaluinya dan pergi tanpa meninggalkan jejak.

Dia menciumku. Merasakan untuk pertama kalinya aroma fajar. Menyentuh embun pagi dalam setiap helai rambutku. Kehangatan sinar matahari yang terpancar dari kulitku memberikannya kehangatan. Mengapa kau begitu indah, Yang Mulia?

Keagungan pagi tidak muncul keesokan harinya. Awan bergulung tebal, menghapus kecerahan matahari. Angin bertiup kencang menghantam semua yang menghalanginya. Suara Guntur bersautan untuk menyampaikan berita duka. Aku berlari semampuku menembus amarah hari. Mereka merenggut misteri malamku.  Dia yang menjadi teror malam bagi manusia serakah.

Di sanalah dia. Tergantung tak berdaya, tak bernyawa. Di tengah pesta kemenangan para manusia serakah yang mendapatkan kebahagiaan dari setiap tetes kerja keras orang lain.  Aku menjerit keras. Sekali ini saja kalian mendengar jeritanku. Setiap tarikan napas, kuucapkan sumpahku hingga paru-paru ku tak sanggup bekerja lagi dan jantungku berhenti berdetak.


~Each of us must expect an end of living in this world; let him who may win glory before death: for that is best at last for the departed warrior~

4 comments:

ulet bulue said...

ya...terkadang qt emang suka mrasa tidak diperdulikan!!!

ulanrouge said...

sebagai ulet bulu, dirimu memang harus lebih berhati hati.. takut terinjak, dan jikapun mereka melihatnya.. akan menginjakmu atau malah menyemprotkan baygon..

hihii

Rednino said...

ulaaan hebat deh!
tulisanmu selalu membuatku terhanyut

ulanrouge said...

makasih... makasih... ini hasil dari rekayasa karya yang nyaris menjadi lebay.. hihiih